MALANG | Sampah daun ternyata bisa diolah menjadi briket yang bernilai.

Dosen Geografi Universitas Negeri Malang (UM), Sumarmi mendorong masyarakat lingkungan kampus untuk tidak hanya peduli lingkungan tetapi memanfaatkan sampah, khususnya sampah daun menjadi kreasi yang bermanfaat, salahsatunya dengan pembuatan briket.

Pengelolaan sampah daun menjadi briket adalah salahsatu cara untuk mengurangi jumlah sampah organik yang akhirnya akan terdegradasi dan menjadi sumber emisi gas rumah kaca. Briket adalah bahan bakar padat yang terbuat dari bahan organik seperti serbuk kayu, serbuk gergaji atau dalam hal ini sampah daun. Proses pembuatan briket dari sampah daun melibatkan pengeringan dan pemadatan sampah daun yang telah dikumpulkan.

Setelah itu, sampah daun dihancurkan menjadi ukuran yang lebih kecil dan dicampur dengan arang bathok kelapa yang dihaluskan. Bathok kelapa yang selama ini berupa limbah yang ada di pasar-pasar tradisional, kemudian diberi bahan pengikat berupa lem yang terbuat dari tepung tapioka.

Kemudian, campuran tersebut dipadatkan dan dibentuk menjadi briket menggunakan mesin pemadat briket. “Pembuatan briket dari bahan organik, campurannya bisa kita variasi, mulai dari menambahkan bubuk abu sisa pembakaran, tatal (Bekas gergajian-red), pembakaran tempurung kelapa, maupun daun kering yang dihaluskan dan seduhan tepung tapioka. Namun berdasarkan hasil penelitian, bahan campuran yang memiliki kemampuan daya nyala yang tinggi menggunakan campuran tempurung kelapa,” ujar Dosen UM, Sumarmi saat ditanya wartawan, Selasa (09/05/2023).

Briket dari sampah daun dapat digunakan sebagai bahan bakar pengganti kayu atau batubara dalam industri dan rumah tangga. Masih dijelaskannya, penggunaan briket ini dapat membantu mengurangi penggunaan bahan bakar fosil dan emisi gas rumah kaca yang dihasilkan.

“Pengelolaan sampah daun menjadi briket merupakan salahsatu alternatif yang baik dalam mengurangi jumlah sampah yang ada di Universitas Negeri Malang pada khususnya dan di lingkungan pada umumnya dengan konsep green campus guna mendorong mahasiswa untuk green entrepreneurship,” lanjut Sumarmi.

Program ini jelas menjadi inspirasi untuk perguruan tinggi bahkan instansi yang lain secara umum. “Dengan visi UM menjadi kampus sehat yang mencerdaskan sehingga kami bertujuan selain mengurasi sampah juga mendidik orang-orang untuk cinta kepada lingkungan dan mampu berwirausaha,” tandas Guru Besar Geografi Universitas Negeri Malang tersebut. (rel/sarwo)